Indramayu, Dialog)- Lagi, pernyataan
dua orang saksi dalam persidangan kasus Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Desa
Karangkerta, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu 7 Desember 2011 lalu yang
melibatkan sembilan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Indramayu, Senin
(19/11), dianggap ngawur. Pasalnya, keterangan yang diucapkan kedua saksi warga
Desa Karangkerta Blok Karang Baru, yakni Imron Rosadi (40) dan
Sri Surtini (50), tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Kepolisian Polres Indramayu.
Di ruang persidangan Majelis Hakim Muhammad Nadjib Sholeh, SH bersama
kedua anggotanya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Domo Pronoto, SH, dibingungkan
oleh keterangan yang diutarakan saksi tentang kronologis kejadian pengerusakan.
Kedua saksi hanya berkata ‘tidak tahu’. Padahal, dalam BAP saksi menceritakan
kronologis wal mula kejadian dan telah ditandatangani saksi.
Dikatakan Imron, dirinya mengaku, selama ini belum pernah melapor kepada
pihak kepolisian. “Saya belum pernah sedikitpun melapor kepada penegak hukum,
terkait kekisruhan Pemilihan Kuwu (Pilwu) dan pengerusakan rumah saya, yang
dilakukan puluhan orang yang tak dikenal,” katanya.
Selain itu, Imron mengutarakan, sampai saat ini dirinya tidak mengetahui
secara persis kejadian itu. “Tahu-tahu saya mendapat kabar dari Sri tetangga
sebelah, dalam perbincangannya melalui via seluler, bahwakediaman saya telah
dirusak,” katanya.
Saat Pilwu berlangsung, dirinya sudah menduga bakal rebut, dan Imron
memilih pergi meninggalkan desa, menuju rumah orang tuanya di Kecamatan
Widasari, karena merasa takut bakal terjadi perang. “Yang jelas saya gak tahu
kronologis kejadiannya,” kata Imron di hadapan Majelis Hakim.
Hal senada diucapkan, Sri Surtini yang dalam BAP mengaku melihat puluhan
orang yang menghancurkan sejumlah fasilitas umum itu, menggunakan cadar. “Saya
hanya mendengar kata hayo hancurkan dan serang rumah Imron. Yang jelas saya
tidak tahu pengerusakan yang dilakukan puluhan warga tersebut,” katanya.
Dia pun menambahkan, bahwa BAP yang sudah diproses Mapolres Indramayu,
hanya tinggal ditandatangani saja. “Yang jelas saya langsung disuruh
tandatangan saja, karena BAP sudah jadi,” ucapnya.
Sementara itu, menurut Hamdan, SH Penasehat Hukum, dirinya sebagai
penasehat hukum dari 9 terdakwa yakni Sapan, Kadiman, Kariman, Undarno, Londi,
Hasan Basri Siregar, Yeyen, Kadminah, dan Sarta, menilai bahwa perkara dari
kasus pengerusakan pada Pilkades lalu yang masuk dalam persidangan terkesan
dipaksakan. “Memang kasus pengerusakan itu seolah dipaksakan. Meski demikian,
kasus ini tetap mengacu sesuai prosedural hukum. Jadi intinya apa yang di
ungkapkan saksi dimeja hijau itu yang menjadi acuan kami,” jelas Hamdan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar